Merokok di Koridor Kampus
Yang dipilih adalah Perokoknya
”Id”
Ø Merokok di koridor kampus kemungkinan tidak sadar, namun
tetap merupakan kenyataan yang harus diperhitungkan bahwa dilarang. Oleh karena itu
apa yang dilakukan manusia– khususnya merokok (yang diinginkan, dicita-citakan,
dikehendaki) untuk sebagian besar tidak disadari manusia itu sendiri, bahwa ada
larangan. Merokok sebenarnya dipimpin oleh “prinsip kesenangan”
”Ego”
Ø Aku, mulai mekar dari Id melalui kontaknya dengan
dunia luar. Merokok merupakan artikulasi dari aku melalui kontaknya dengan
dunia luar, yang dikuasai oleh “prinsip realitas” (nyata ada dan aku merokok,
memang benar). Ego yang dipilih adalah Ego Prasadar yaitu fungsi ingatan (lupa).
Lupa kalau tidak boleh atau ada larangan merokok di koridor, karena habis
ngobrol, tanpa sadar merokok, lupa kalau ada larangan. Juga untuk menyelesaikan konflik dengan
realitas, dan konflik dengan keinginan yang tidak cocok satu sama lain. Realitasnya ada larangan,
tetapi lupa.
”Superego”
Ø Aktivitas Superego menyatakan diri dalam konflik
dengan Ego, yang dirasakan dalam emosi seperti rasa bersalah, rasa
menyesal, rasa malu, dsb. Tetapi perasaan itu dianggap normal. Sehingga untuk
mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian dengan alam
sekitar, Perokok tersebut merasa bersalah, dan orang
sungguh-sungguh disiksa oleh Superego, terutama karena pengalamanannya
dengan kasus-kasus larangan lain (seperti tidak menggunakan helm)
Rasio
Ø Rasio Praktis terarah pada tingkah laku manusia (seperti
merokok). Apa yang harus saya lakukan, kalau ternyata saya lupa merokok di
koridor dan hal tersebut dilarang?
Perasaan
Ø Perasaan bersalah saya mengatakan bahwa saya harus
mematikan rokok, tetapi apa yang saya lakukan?
Kehendak
Ø Berdasarkan kehendak saya mengapa harus mematikan rokok
saya, sedangkan banyak dosen senior merokok di koridor juga. Jadi apa mau saya
ya, saya ikuti.
Ø Atau berdasarkan kehendak saya lebih baik mengikuti rasio
dan perasaan saya, yaitu rasio kan sudah ada larangan dan perasaan saya tidak
enak kalau ditegur, jadi kehendak saya saya arahkan untuk dimatikan.
MEMBUAT
PERDA YANG MELARANG
MEMBERI
UANG PADA PENGEMIS
”Id”,
Ø Yang membuat PERDA pasti manusia, yaitu DPRD. Jadi
individu yang ikut membuat PERDA ini apakah dibekali hati nurani atau tidak.
“Id” nya bagaimana? Karena “Id” bukan aku (subyek) yang melakukan, melainkan
ada yang melakukan dalam diri aku. Id meliputi segala
sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim, tidak disengaja atau tidak
disadari, dalam daya-daya mendasar yang menguasai kehidupan psikis manusia.
Apakah mungkin waktu membuat PERDA inidvidu ini tidak sadar atau memang dia
tidak mau menyadari bahwa mereka itu perlu bantuan dan Pemerintahlah yang
harusnya menanggung. Tetapi, kalau membuat orang pengemis ini tidak terlihat di
DKI bukan begitu PERDA nya. PERDA nya harusnya siapa yang tidak mempunyai
pekerjaan harus keluar dari DKI, meskipun DKI adalah wilayah Indonesia, tetapi
untuk ketertiban dari urbanisasi, bisa dibua PERDA seperti itu. Karena PERDA mengenai
orang yang tidak punya KTP pun harus keluar DKI. Kalau punya KTP DKI tetapi
nganggur, ya dibantu. Karena tugas pemerintahlah yang melayani dan membantu
masyarakatnya.
”Ego”,
Ø Kemiskinan merupakan artikulasi dari aku melalui
kontaknya dengan dunia luar, yang dikuasai oleh “prinsip realitas” (nyata ada
dan miskin itu memang benar ada). Sadar dalam “EGO” yaitu persepsi
§
Lahiriah: melihat kemiskinan
§
Batiniah: merasa sedih
§
Proses intelektual, bagi individu yang membuat PERDA memperhatikan
mengapa ada yang miskin, bukan bagaimana orang yang merasa ingin membantu
disalahkan.
”Superego”
Ø Harusnya
superegonya yang ditonjolkan bukan Ego nya. Sehingga individu yang membuat
PERDA merasakan dalam emosinya seperti rasa bersalah, rasa menyesal, rasa malu,
dsb. Sehingga PERDA tersebut dicabut.
Rasio
Ø Rasio Praktis terarah pada tingkah laku manusia (seperti membuat
PERDA untuk orang miskin). Apa yang harus saya lakukan, kalau ternyata saya
membuat PERDA dan hal tersebut tidak masuk akal. Jadi cabut saja PERDA nya, karena PERDA tersebut tidak
diberlakukan. Jadi secara rasio untuk apa PERDA tersebut.
Perasaan
Ø Perasaan bersalah saya mengatakan bahwa individu harus
menolong dan berbagi tetapi apa yang saya lakukan?
Kehendak
Ø Berdasarkan kehendak saya mengapa tidak diberlakukan
sehingga orang yang mengelola pengemis ini tidak lagi dapat mengorganisir
mereka lagi. Jadi apa mau saya ya, saya ikuti.
Ø Atau berdasarkan kehendak saya lebih baik mengikuti rasio
dan perasaan saya, Kalau yang dituju menghapus yang mengorganisir , ya PERDA
nya mengenai hal tersebut bukan pada pengemisnya. Mengurangi kemiskinan lebih
baik diberikan dengan PERDA yang memberi kail, bukan uang misalnya. Atau PERDA nya mengorganisir siapa yang memberi dana
untuk dikumpulkan. Jadi PERDA untuk
memberdayakan pengemis.
No comments:
Post a Comment